SANTIH: Damai dalam Senyapnya Ahamkara

SANTIH: Damai dalam Senyapnya Ahamkara

Om dyauh santir antariksam santih prthivi santir apah santir
osadhayah santih vanaspatayah santir visve devah santir
brahma santih sarvam santih santir eva santih sa ma santir edhi

(Yayur Veda XXXVI. 17)

Terjemahan:
Om Hyang Widhi Yang Maha Kuasa, anugrahkanlah kedamaian di langit, damai di angkasa, damai di bumi, damai di air, damai pada tumbuh-tumbuhan, damai pada pepohonan, damai bagi para Dewata, damailah Brahma, damailah alam semesta, semogalah keda-maian senantiasa datang pada kami.

Santih (damai) adalah sesuatu yang dipandang sangat penting bagi manusia, yang merupakan dambaan setiap insan yang meliputi semua aspek kehidupan. Hindu menempatkan santih sebagai bagian dari doa yang mengantarkan manusia hidup selaras dengan alam (buana agung). Damai dimulai dari langit, antariksa, bumi, air, tumbuh-tumbuhan, pepohonan, para Dewata, Brahma, alam semesta, baru kemudian manusia.

Damainya buana agung akan berpengaruh terhadap manusia, seperti halnya perbintangan yang mempengaruhi sifat-sifat dan tabiat manusia. Secara keseluruhan alam semesta beserta isinya terikat hukum rta yang saling mempengaruhi. Hal ini menjelaskan bahwa alam semesta dan manusia memiliki keterkaitan erat dan saling mempengaruhi. Vibrasi para suci atau yogi di tempat-tempat petilasan yang pemah digunakan sebagai pertapaan akan memiliki atmosfer yang damai dan menenangkan. Tempat-tempat dimana minuman keras dihidangkan, musik keras dan semua perilaku negatif dilakukan akan menyebabkan udara disekitamya menjadi kacau.

Secara alami para suci dizaman dahulu bergerak mencari tempat dengan vibrasi yang bagus yaitu yang mendatangkan persaan tenang (santa), hutan, gunung laut, tepi sungai danau atau sumber-sumber air lainnya. Para pertapa mendapat keuntungan besar dari tempat-tempat demikian sehigga mampu meningkatkan kesucian diri. Dengan kesucian yang ada pada mereka maka tempat sekitarnyapun akan menjadi suci, bahkan orang-orang yang kemudian mencari kesucianpun akan mendapatkan manfaatnya. Oleh karena kesucian itu sendiri adalah Siwa maka mencari kesucian berarti mencari Tuhan seperti terdapat dalam Puja Pangastawa berikut:

Om Ageni madya rawis Siwa, Rawi madya tu Candramam, Candra madya bawus suklah, Sukla madya stitah Siwah

Terjemahan:
Siwa yang suci bersemayam ditengah api, ditengah api ada bulan, ditengah bulan ada kesucian, dalam kesucian Siwa berstana.

Disinilah pentingnya para suci mengembangkan dan mangamalkan ajaran dasa paramartha yaitu sepuluh macam ajaran kerohanian penuntun dalam tingkah laku yang baik serta untuk mencapai tujuan hidup yang tertinggi (moksa). Ajaran dasa paramartha menempatkan tapa, bratha dan samadhi sebagai tiga pondasi perilaku hidup suci, dimana tujuh yang lainnya (santa, sanmata, karuna, upeksa, muditha, dan maitri) akan tumbuh seiring dengan teguhnya seseorang melaksanakan tapa, bratha dan samadhiSanta (ketenagan) baru akan dicapai manakala budhi bertumbuh memangkas ahamkara didalam diri. Dengan menipisnya ahamkara maka cinta kasih kepada sesama akan berkembang bahkan kasih pada semua ciptaan Tuhan.

Sifat welas asih yang sejati telah banyak dicontohkan oleh para suci seperti Mahatma Gandi yang melaksanakan ajaran ahimsa sebagai bentuk nyata bahwa kekerasan dapat ditundukan dengan kelembutan hati. Gandi memaafkan dengan tulus orang-orang yang telah menyakitinya bahkan mendoakan mereka: “Setelah melepaskan pedang, tidak ada yang lain kecuali secangkir cinta yang dapat saya tawarkan kepada mereka yang menentangku”. Gandi tidak memiliki rasa benci kepada siapapun, dia telah melihat umat manusia secara utuh sebagai makhluk rohani yang sebenamya suci.

Dari kesucian dan ketulusan Gandi lahirlah cinta kasih yang membawa kedamaian. Tidak ada kedamaian ditempat dimana hati di kuasai oleh ego, kesombongan, keangkuhan dan sifat penindas. Kedamaian akan hadir dimana cinta disuguhkan dari hati yang suci tanpa motif pamrih didalamnya. Cinta hanya dapat disalurkan oleh mereka yang memiliki kemumian hati yang selimut egonya telah sirna oleh terangnya buddhi sebagai karunia Tuhan. Bhagawad Gita menjelaskan:

Tesam satatayuktanam bhaja-tam priti-purvakam
Dadami buddhi-yogam tarn yena mam upayanti te

Terjemahan:
Kepada mereka yang dengan tekun memuja-Ku dalam cinta kasih bhakti, Aku memberikan Buddhi-Yoga, kecerdasan spiritual yang baik, kepada mereka yang memungkinkan mereka datang kepada-Ku (BG. X. 10)

Agastya Parwa mengaskan bahwa praktek Yoga bertujuan menjernihkan sad warga (enam musuh) karena sad warga membangkitkan dwesa, raga, dan moha yang bersumber dari antahkarana yaitu pikiran. Karena itu kendalikan pikiran dengan tidak memberikan pada objeknya masing-masing. Pikiran yang liar dikendalikan dengan samyagjnana di tuntun dengan dhyana, dharana, tarka, pratyaharasamadhi yoga sebagai hastisik-sakalpa yang menjadikan pikiran tidak goncang, sentosa dan teguh dalam antah hredaya (lubuk hati terdalam).

Sad warga yang berlindung pada ahamkara harus dihilangkan, sehingga musuh tinggal ahamkara saja. Setelah sempurna menguasai pikiran, jangan biarkan pikiran menyatu dengan badan, lenyapkan ahamkara menjadi catur bhuta. Terpisahnya antara badan dan pikiran itulah disebut yoga.

Bila sedikit usaha sang pandita tidak selalu dipengaruhi kegilaan maka kan menyebabkan ia dapat menikmati kebahagiaan duniawi yang mengantarkan kealam Brahman. Bila melakukan dua ksana (waktu tertentu) maka sang pandita akan duradarsanadurasrawana, dan durajnana. Bila melakukan tiga ksana, maka lenyaplah ketuaan jasmani, penyakit,dan penderitaan jasmani. Sodasakrtih seperti orang yang berumur 16 tahun wajahnya. Bila melaksanakan empat ksana, ia dapat mengembalikan Sang Hyang Hurip, menghidupkan bangkai, memaski pratima, tulisan dan yang lain-lain. Bila melaksanakan lima ksana tularasisamnibha: badanya ringan seperti kapuk, dapat berjalan di atas air, di udara, hanya bhasmasesa dan gandhasesa yang mengatasinya. Artinya tidak dapat bersenang-senang diatas surga hanya terbatas di bhuhloka.

Bila selalu melakukan yoga enam ksana, maka ia menjadi siddhi dapat bersenang-senang di saptalokasaptapatala. Tetapi ia tidak melihat wilayah siddharsi tidak bersama-sama dengan dewarsi hanya bisa datang satu kali. Bila melaksanakan yoga 14 ksana ia menjadi sapta rsi di jumpainya astabhaga, Dewarsi tidak dapat membuat surga tetapi dapat melenyapkan surga, namun sang saptarsi dapat menciptakan dan melenyapkan sorga sekehendak hati, namun masih ada satu skat dengan kamoksan.

Buddhi-Yoga, kecerdasan spiritual yang baik merupakan anugerah yang diperleh dari proses yoga manakala sad warga atau sad ripu di buat tidak berdaya. Dengan tapa bratha yoga dan samadhibuddhi tercerahkan, dengan buddhi yang tercerahkan pikiran terkendali, dengan pikiran terkendali indriya dikuasai, dengan dikuasainya indriya ego tidak berdaya, dengan demikian setiap tindakan menjadi lebih bijaksana. Dalam kebijaksanaan lahir kedamaian, dalam kedamaian ada kesejahteraan lahir dan bathin. Loka Samasta sukino Bhawantu, Om Santih, Santih, Santih Om.

Oleh: Gde Adnyana
Source: Wartam, Edisi 32, Oktober 2017

Previous Desa, Kala, Patra vs Homogenisasi

Sekretariat Pusat

Jalan Anggrek Neli Murni No.3, Kemanggisan, Kec. Palmerah, Kota Jakarta Barat, DKI Jakarta, 11480.

Senin – Jumat: 08:00 – 18:00

Didukung oleh

Ayo Berdana Punia

Tim IT PHDI Pusat © 2022. All Rights Reserved