Nyepi Tingkatkan Kohesi Sosial

Nyepi Tingkatkan Kohesi Sosial

Umat Hindu Indonesia kembali merayakan salah satu hari suci keagamaan: nyepi. Secara umum, nyepi adalah cara merayakan kedatangan Tahun Baru Saka. Dalam satu tahun, kalender saka terdiri dari 12 bulan. Mereka adalah Waisaka, Jiyestha, Asadha, Srawana, Bhadrapada, Aswina, Kartika, Margasira, Pusya, Mukha, Phalguna, dan Chaitra. Tahun Baru Saka pada tanggal 1 Waisaka 1940 akan jatuh pada tanggal 17 Maret 2018.

Sering kali timbul pertanyaan, mengapa merayakan tahun baru dengan nyepi? Bagi umat Hindu, Tahun Baru Saka merupakan momentum sangat baik untuk melaksanakan mulat sarira (introspeksi). Selain itu, juga untuk mengevaluasi secara menyeluruh perjalanan hidup satu tahun terakhir. Agar dapat melaksanakan introspeksi dan evaluasi dengan baik dibutuhkan suasana kondusif seperti hening, sepi, dan kontemplatif. Dengan demikian, umat dapat menyelam ke relung hati paling dalam untuk secara jernih dan jujur menilai keberadaannya. Hal ini sulit dilakukan bila suasananya hingar-bingar dan gegap gempita.

Dalam setiap perayaan nyepi Tahun Baru Saka dilakukan empat aspek, termasuk tahun 2018 ini. Mereka adalah ritual yang terdiri dari melasti, tawur agung kesanga, nyepi, dan ngembak gni. Kemudian, seremonial berupa dharma santi nyepi. Ada juga kegiatan aksi sosial seperti yoga massal, penghijauan, pemeriksaan kesehatan, pengobatan gratis, donor darah, serta lomba olahraga dan seni. Ada pula kegiatan kunjungan dan penyerahan bantuan ke panti sosial dan pembagian paket sembako. Kegiatan intelektual berupa seminar, penyuluhan, dan dharma wacana.

Ritual nyepi diawali dengan melaksanakan upacara melasti beberapa hari sebelumnya. Melasti terdiri dari melas (melepas), ala (kotoran), dan asti (ada). Melasti adalah upacara yang diadakan untuk melepas segala kotoran (lahir dan batin) pada diri manusia. Jadi, ini merupakan upacara pembersihan dan penyucian diri umat Hindu sebagai bhuwana alit (jagat kecil).

Secara simbolik dilakukan dengan mandi atau sekadar mendapat percikan air suci yang diperoleh dari sumber air seperti hulu sungai, campuhan, danau, atau tengah laut. Setelah upacara melasti, setiap insan Hindu diandaikan sudah dalam keadaan bersih dan suci. Bagi umat Hindu, upacara melasti adalah penanda awal untuk tetap konsisten menjalani hidup dalam dharma. Mereka tidak boleh mudah hanyut dalam gelombang eforia menghalalkan segala cara demi mencapai tujuan.

Sehari sebelum nyepi, pada hari terakhir tahun Saka, yang disebut tilem chaitra dilaksanakan upacara tawur agung yang merupakan upacara penyucian alam semesta sebagai bhuwana agung (jagat gede). Tawur secara harfiah berarti membayar. Melalui upacara tawur umat Hindu ingin membayar segala sesuatu yang telah diambil dari alam dan segenap isinya. Disebut tawur agung karena upacara ini spesial berkaitan dengan momentum menyambut tahun baru. Melalui upacara tawur agung umat Hindu berharap alam semesta beserta isinya kembali harmonis dan selaras dalam kehidupan.

Penyadaran
Di samping itu, melalui upacara tawur agung semua kembali disadarkan pentingnya menjaga dan merawat semesta. Caranya, mengurangi eksploitasi sumber daya alam. Semua harus sadar, bumi dan alam semesta memiliki keterbatasan dalam memenuhi keinginan manusia. Berbagai peristiwa alam yang memakan korban jiwa dan harta benda mengindikasikan relasi antara manusia dan alam tidak harmonis.

Puncak ritual nyepi tanggal 1 Waisaka 1940 Saka. Pada hari ini umat Hindu melaksanakan catur brata: amati gni, amati karya, amati lelungaan, dan amati lelanguan. Di samping ini, umat menjalankan upawasa, jagra, dan mona. Melalui pelaksanaan catur brata, upawasa, jagra, dan mona, umat disadarkan pentingnya pengendalian nafsu dalam segala aspek. Mereka senantiasa eling lan waspada dan bersikap lebih banyak mendengar daripada berbicara, terlebih di tengah semakin merebaknya berita bohong (hoaks).

Kesadaran tersebut menjadi semakin penting untuk dijadikan landasan perilaku dalam menghadapi tahun politik. Dalam tahun 2018 akan dilaksanakan pemilihan kepala daerah serentak di 171 daerah provinsi, kabupaten, dan kota. Juga dimulai proses pemilihan umum (presiden/wakil presiden, DPR, DPD, dan DPRD) tahun 2019. Momentum perayaan nyepi hendaknya dijadikan wahana meningkatkan kohesi sosial dan toleransi antarsesama bangsa guna menjamin tetap tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia. Mari meningkatkan soliditas untuk mempererat keberagaman dan menjaga keutuhan NKRI.

Oleh: Ir. I Ketut Parwata, Sekretaris Umum Pengurus Harian Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Pusat
Source: www.koran-jakarta.com

Previous Anak Perempuan Sebagai Pemberi Cinta Kasih Dalam Keluarga

Sekretariat Pusat

Jalan Anggrek Neli Murni No.3, Kemanggisan, Kec. Palmerah, Kota Jakarta Barat, DKI Jakarta, 11480.

Senin – Jumat: 08:00 – 18:00

Didukung oleh

Ayo Berdana Punia

Tim IT PHDI Pusat © 2022. All Rights Reserved