Eda ngaden awak bisa, depang anake ngadanin,
geginane buka nyampat, anak sai tumbuh luhu,
ilang luhu ebuke katah, yadin ririh, liu enu plajahin
Jangan pernah menakar diri pintar, biarkan orang lain menilai,
ibarat kebiasaan menyapu, kalaupun sampah habis, namun debu tetap berkeliaran
biarpun merasa pintar, masih banyakyang hams dipelajari
Syair ginada ini sangat populer pada masyarakat Bali, yang mengisyaratkan tentang petuah atau naesahat agar kita jangan menonjolkan diri atau merasa paling bisa/pintar, biarlah orang lain yang menilai akan kemampuan atau kelebihan yang kita miliki.
Jika ditarik ke konteks kekinian dalam era manajemen modern, filosofi makna menonjolkan diri yang tidak boleh dilakukan dalam pupuh itu, rasanya sudah kurang tepat. Sebab di era sekarang, untuk memperoleh pengakuan dari pihak lain atau masyarakat secara luas, maka kita haras berani menonjolkan atau mengemukakan apa yang menjadi kelebihan kita. Dalam bahasa marketingnya, kita harus berani ‘menjual diri’, sehingga orang lain tahu kelebihan yang kita miliki, atau agar orang lain tertarik kepada kita, maka kita haras mulai membangun karisma diri kita sendiri. Kita sebagai manusia juga harus ahli dalam menawarkan diri kita sendiri, kepada setiap orang yang membutuhkan agar kita selalu memperoleh perhatian dan memiliki peluang dan sukses apa yang menjadi keinginan kita.
Seorang penjual mobil unggulan dunia dari Pabrik mobil Chevrolet di Amerika Serikat dan telah masuk Guinnes Book of World Record pernah berkata “Mereka tidak membeli mobil Chevrolets, mereka membeli saya, semakin kita bisa meyakinkan pelanggan seberapa hebat kita akan bekerja sama dengan mereka, semakin kecil mereka membuat keadaan bahwa mereka menghadiahi kita dengan memberi kita sebuah pesanan.”
Hal seperti itu terjadi pula jika kita melamar pekerjaan, selain menyerahkan syarat administrasi yang dibutuhkan, pasti biasanya ada sesi wawancara. Dalam syarat administrasi, selain diminta data pribadi, juga pasti diminta apa saja kemampuan/kompetensi yang kita miliki dengan menyerahkan sertifikat, ijasah atau surat keterangan tentang hal itu. Itu artinya kita diminta untuk menunjukkan kemampuan yang kita miliki. Saat sesi wawancara pun demikian, umumnya kita diminta untuk menceritakan apa saja kemampuan atau kelebihan yang kita miliki. Bila perlu ditambah dengan unjuk kebolehan (praktek) secara langsung agar lebih meyakinkan. Apa artinya sernua itu? Jelas kita haras berani ‘menjual diri’ kita agar bisa diterima. Tak mungkin kita akan menyembunyikan atau tak menceritakan kemampuan yang kita miliki jika tuntutannya seperti itu.
Demikian juga untuk menjadi sukses, seseorang harus berani melakukan apa yang dikenal dalam manajemen pemasaran yakni personal branding, yaitu dimana seseorang ditandai sebagai merek. Konsep personal branding menunjukkan bahwa kesuksesan datang dari bagaimana seseorang itu mengemas dirinya agar dikenal oleh pasar (masyarakat). Apakah kita seorang pengusaha, eksekutif, karyawan atau mahasiswa, maka kita perlu personal branding yang bagus, sebab tidak semua orang memiliki personal branding yang bagus. Personal branding yang terpancar dari diri kita, bisa menjadi positif atau negatif tergantung bagaimana kita menampilkannya. Personal branding layaknya ‘aura’ dalam diri kita. Orang lain akan melihat aura itu dan mempersepsikan tentang diri kita dalam benak mereka. Tentu dalam hal ini kita berharap citra positif yang ada di benak orang ketika mempersepsikan diri kita.
Personal branding menegaskan bahwa setiap diri kita adalah merek. Manusia punya merek pribadi. Merek pribadi adalah potret diri bagaimana orang mengenai kita. Bagaimana orang bisa melihat perbedaan diri kita dibanding orang lain. Potret atau merek diri itu menyangkut kemampuan, kepribadian, keahlian dan keunikan yang membedakan kita dengan orang lain. Personal Branding di dunia kerja adalah proses untuk menjadikan diri kita terlihat dan terpilih di antara sekian banyak kandidat/calon pekerja. Suka atau tidak fakta ini mendorong kita untuk mampu mengubah dan mengembangkan diri sehingga ORANG TAHU SIAPA KITA. Caranya dengan memberi kesan yang meyakinkan di benak mereka bahwa kita adalah orang yang kompeten di bidangnya dan punya ciri khas yang diperlukan mereka. Orang tidak lagi bertanya-tanya atau ragu tentang kita. Itulah ciri orang yang punya Personal Brand kuat. Jika kita lalai atau tidak membangun personal brand yang kuat, maka kita akan dianggap ‘sama’ dengan orang yang lain. Konsekwensinya kita akan mudah tersingkir atau tergantikan oleh orang lain di karir/pekerjaan serta rawan PHK (Pemutusan Hubungan Kerja).
Hal yang sama juga jika kita ingin melamar menjadi seorang karyawan (pegawai), maka kita harus mampu menunjukkan jati diri dan kemampuan yang berbeda serta unik, yang dianggap menguntungkan bagi perusahaan tempat kita melamar pekerjaan. Lebih afdol lagi jika kelebihan yang kita miliki tersaji ke dalam publikasi di internet. Sebab dewasa ini, pimpinan perusahaan atau orang-orang yang bergerak di Human Resource Management, dikarenakan keterbatasan waktu dan alasan praktis, lebih banyak mengandalkan internet untuk mengecek data pribadi colon karyawan yang diperlukan atau yang akan direkrut. Itulah sebabnya seluruh job seeker atau karyawan baru di dunia kerja harus mengerti dan mampu mengembangkan personal brandnya untuk kesuksesan karimya di kemudian hari.
Nah, di era manajemen modern sekarang ini konsep ‘eda ngaden awak bisa’ yang diartikan ‘jangan mengaku bisa, biar orang lain menilai’ tampaknya perlu dimaknai ulang, sebab seseorang perlu ‘menjual diri’ jika ingin unggul dalam persaingan. Mungkin yang yang tak boleh adalah, ‘jangan menyombongkan diri.’
Oleh: Prof Raka Suardana
Source: Majalah Wartam, Edisi 39, Mei 2018