sarirendriya satvatma samyogo
(Caraka Samhita, 1.42)
Artinya:
Penyatuan antara badan, indriya, pikiran danjiwa
Ayurveda mungkin paling holistik dalam mendefinisikan tentang kesehatan. Sehat bukan sekedar tidak adanya penyakit di dalam tubuh, melainkan harmonisnya kerja seluruh piranti dan sistem tubuh dari yang pa ling kasar sampai terhalus. Ketika badan, indriya, pikiran dan jiwa berada dalam kesetimbangan baru disebut sehat. Jika badan bugar sementara indriya tak terkendali atau pikiran penuh dengan ketegangan, maka ini tidak dikatakan sehat. Atau, di katakan sehat ketika badan bugar, indriya terkendali, pikiran damai, dan jiwa bersih. Agar badan tetap bugar diperlukan diet yang tepat, latihan fisik secara teratur, dan melakukan treatment pada tubuh secara berkala. Agar indriya terkendali diperlukan pembatasan-pembatasan kontak indriya dengan objek-objeknya. Agar pikiran damai perlu hidup selaras dengan alam dan medi tasi. Agarjiwa tetap sehat diperlukan kesadaran tentang kehidupan.
Saat new normal melalui hidup berdampingan dengan covid-19 diwacanakan untuk segera diterapkan, mungkin protokol kesehatan yang lebih holistik dibandingkan standar yang diberikan WHO bisa diterapkan. Definisi sehat menurut Ayurveda bisa dijadikan pijakan protokol kesehatan, atau mungkin dengan bahasa ajakan, “mari kita ikuti protokol kesehatan Ayurveda dalam hidup ber dampingan dengan covid-19” Hidup yang normal menurut Ayurveda adalah ketika keempat piranti (badan, indriya, pikiran dan jiwa) itu berada dalam kesatuan atau dalam keadaan equilibrium. New normal bukan berarti adanya jenis kenormalan yang baru, melainkan baru akan menerapkan kehidupan yang normal. Itu artinya, orang selama ini hidupnya tidak normal (abnormal).
Satu hal yang harus dipaharni dalam menjalani protokol ke sehatan Ayurveda, adalah bahwa, hanya dirinya sendiri yang bisa menyelamatkan dirinya, dan bukan karena arahan dari pihak manapun. Jadi, yang bisa menyeimbangkan keempat piranti tersebut bukan dari pihak atau arahan manapun, melainkan diri nya sendiri. Keberhasilannya pun ditentukan oleh dirinya sendiri. lni mungkin tampak seperti teori evolusinya Darwin, bahwa siapapun yang kuat dia yang akan bertahan. Dia yang tidak fit akan dikalahkan dan dimusnahkan oleh virus corona, sementara mereka yang kuat akan tetap bertahan. Jika ada yang memprediksi bahwa 2/3 penduduk akan musnah, itu berarti hanya 1/3 dari mereka yang hidupnya normal. Agar tetapbertahan dari pemusnahan, maka kita harus menjadi bagian dari 1/3 tersebut dengan mengikuti protokol kesehatao secara ketat. Latu, bagaimana definisi sehat menurut Ayurveda itu bisa dijadikan protokol kesehatan?
Pertama, menjaga agar fisik selalu bugar. Caranya? Satu, diet makanan ketat dengan memakan makanan yang diperlukan tubuh dan bukan karena keinginan lidah. Ada baiknya orang konsul tentang makanan yang mana tergolong sattvik, rajasik, atau tamasik. Berorientasi pada daftar menu yang mengandung energi positif dan mengurangi makanan yang berenergi negatif. Dua, latihan fisik secara teratur melalui olah raga, yoga asana, dan kegiatan fisik lain nya. Tiga, melakukan treatment pada tubuh secara regular, seperti pemijatan, dan mengoles kan rninyak tertentu ke bagian tubuh. Ini penting dilakukan untuk membuat otot-otot tetap rileks sehingga peredaran darah bisa bekerja maksimal. Empat, istirahat yang cukup, tidak sering begadang, dan tidak melakukan kegiatan fisik berlebih an. Dengan mengikuti keempat jenis ini, maka protokol pertama terpenuhi. Tubuh akan terpelihara tetap bugar.
Kedua, indriya mesti tetap terkendali .Bagaimana caranya? Satu, orang mesti membeli barang seperlunya dan tidak berlebihan. Dua, orang keluar rumah untuk mengunjungi ternpat-tempat wisata atau menemui orang lain hanya ketika dipentingkan. Tiga, tidak terjebak dengan barang-barang mewah yang hanya berorientasi pada prestise (hiperealitas). Empat, membatasi diri dari keinginan bersenang-senang yang mendegradasi kesadaran (seperti mengumbar nafsu birahi, larut dalam perjudian, dan yang lainnya). Lima, melatih indriya untuk menyenangi sesuatu yang mendukung perkembangan ke sadaran, seperti mulai menyenangi hal-hal yang orang suci lakukan, mendengar hal-hal yang merangsang perkembangan spiritual, mendatangi tempat yang mengarahkan pada kesucian dan yang lainnya. Dengan kelima hal ini, orang sukses menjalankan protokol kedua, tidak hanya sekedar social distancing, tetapi tapa (pembatasan keinginan).
Ketiga, pikiran harus dijaga tetap tenang dan damai. Bagaimana caranya? Satu, apapun masalah yang datang jangan sampai panik dan gelisah. Panik dan gelisah tidak pemah menyelesaikan masalah, melainkan menduplikat masalah sampai berlipat-lipat. Dua, tidak terlalu mengambil hati atas perkataan negatif orang lain. Semboyan yang bisa dipegang: “jika ada orang menghadiahkan kado, tetapi kita tidak mau menerima nya, maka kado itu akan dibawa nya kembali pulang dan tetap menjadi miliknya”. Tiga, mengarahkan pikiran untuk selalu melihat kebaikan orang lain, ketimbang keburukan-keburukan nya. Ini sangat sulit, sebab sudah menjadi tradisi pikiran bahwa standar kebenaran ada pada diri nya. Apapun yang tidak sesuai dengan dirinya akan salah. Empat, melatih pikiran untuk tetap kreatif dan innovative. Lima, melatih secara sadar pikiran untuk merendahkan frekuensi nya, baik dengan cara meditasi, kontemplasi, japa, dan yang sejenisnya. Kelima hal ini adalah protokol kesehatan ketiga di dalam upaya meningkatkan immune tingkat lanjut.
Keempat, menjaga agar jiwa selalu bersih. Jiwa yang bersih artinya jiwa yang tidak ditutupi oleh delusi kehidupan. Teks suci rnenyatakan bahwa jiwa adalah kesadaran itu sendiri, yang menyelimuti segalanya, abadi, dan tiada duanya. Tidak ada jiwa yang sakit sebenamya. Tetapi, disebut jiwa yang bersih lebih mengarah pada keberadaan jiwa yang demikian adanya. Disini, hal yang diperlukan untuk menjaga jiwa tetap sehat/bersih adalah kemampuan diskriminasi (viveka). Dengan viveka jiwa tidak lagi terbelenggu oleh delusi, tidak terjebak di dalamnya. Oleh karena jebakan delusi (maya), orang tidak mampu mengidentifikasi dirinya sebagai jiwa murni, melainkanjiwa yang telah didekati dengan ke kotoran (mala). Oleh karena mala tersebut, identitas aslinya tertutupi. Kesadaran banyak mengarah pada tubuh. la hanya menyadari bahwa dirinya adalah tubuh yang fana dan bukan Sang Diri (jiwa) sejati itu. Protokol ini tentu sangat sulit dilaksanakan. Mungkin hanya orang yang telah berkembang kesadarannya mampu menggunakan viveka nya secara tepat. Namun, apa pun itu, oleh karena yang diajak berdampingan hidup adalah covid-19, yang eksistensinya tidak lain menyerupai delusi (maya) itu Sendiri (mungkin orang Bali menyebutnya Bhutakala), maka yang bisa mensomianya adalah kekuatan yang mampu mengatasi delusi itu. Tanpa kekuatan jiwa sejati, “Sang Bhuta Covid- 19” tidak bisa diajak hidup berdampingan.
Oleh: I Gede Suwantana
Source: Majalah Wartam Edisi 64/Juni/2020/27